Polemik BOP di Kepulauan, Kasi PAUD-TK Disdik Sumenep Klaim Sesuai Aturan, SMSI Temukan Kejanggalan
SUMENEP, LensaMadura.com – Kepala Seksi (Kasi) PAUD/TK Dinas Pendidikan Sumenep, Supiyanto, membantah tudingan ketidakkonsistenan dalam proses pencairan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) untuk lembaga PAUD dan TK di wilayah kepulauan.
Ia menegaskan bahwa pencairan dana tetap mengacu pada standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku, terutama terkait syarat keberadaan kepala sekolah dan bendahara dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Kalau kepala sekolah dan bendahara tidak ada di Dapodik, kami tidak akan berani memberikan rekomendasi. Itu sudah jadi ketentuan,” ujar Supiyanto saat dikonfirmasi media melalui WhatsApp, Selasa, 5 Agustus 2025.
Supiyanto juga merespons tudingan terkait kasus KB Haji Lolo di Desa Pagerungan Besar, Kecamatan Sapeken, yang disebut tetap menerima rekomendasi pencairan meski kepala sekolah dan bendaharanya belum terdaftar di Dapodik.
Ia mengakui kepala sekolah berinisial SR belum masuk sistem secara formal karena Dapodik sedang dalam proses pemeliharaan (maintenance), namun pengajuan datanya sudah diproses.
“Berkasnya sudah kami ajukan ke GTK. Namun karena sistem sedang maintenance, datanya belum tervalidasi penuh. Untuk bendahara, SW, memang belum berhasil masuk,” kata dia.
Namun pernyataan tersebut justru menuai kritik keras dari Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumenep, Wahyudi.
Ia menilai pernyataan Supiyanto tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berpotensi menutupi praktik yang tidak transparan dalam pencairan BOP.
“Pernyataan itu berpotensi menutup fakta yang sebenarnya. Kami punya data bahwa sejumlah lembaga menerima rekomendasi pencairan meskipun kepala sekolah dan bendaharanya tidak masuk Dapodik,” ujar Wahyudi, Rabu, 6 Agustus 2025.
Wahyudi lantas menyebut lembaga-lembaga seperti KB Haji Lolo, KB Al-Kautsar, TK Darul Ma’ad, dan TK Tunas Harapan sebagai contoh.
Berdasarkan laporan yang diterima SMSI Sumenep, nama kepala dan bendahara di lembaga tersebut tidak tercantum dalam Dapodik, namun tetap bisa mencairkan dana.
“Kalau memang aturannya wajib terdaftar di Dapodik, maka seluruh lembaga harus diperlakukan sama. Tidak boleh ada perlakuan tebang pilih,” tegasnya.
Ia melanjutkan, kondisi ini memperkuat dugaan adanya praktik tidak transparan yang berlindung di balik dalih “kebijakan”, namun justru mencederai prinsip keadilan dan integritas dalam birokrasi pendidikan.
“Jangan berlindung di balik kata ‘kebijakan’ jika itu justru dijadikan kedok untuk penyimpangan,” katanya.
Lebih jauh, Wahyudi menyebut pernyataan Supiyanto bukan hanya tidak sesuai fakta, tetapi juga dapat tergolong sebagai informasi menyesatkan atau bahkan hoaks.
“Segera cabut pernyataan yang menyesatkan tersebut. Kami menduga itu bagian dari upaya pengaburan informasi publik,” tegasnya.
Ia mendesak Dinas Pendidikan Sumenep termasuk Bank Jatim untuk bersikap transparan dan bertanggung jawab atas kejanggalan tersebut. SMSI, kata Wahyudi, akan terus mengawal persoalan ini hingga ada kejelasan.
“Jangan sampai kejanggalan seperti ini dibiarkan tanpa klarifikasi dan tindakan,” pungkasnya. (*)



