Lensa Madura – Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari (wafat 310 H) adalah seorang imam besar dalam bidang tafsir, tarikh, fiqih dan juga hadits. Beliau seorang sejarawan dan pemikir muslim dari Persia. Nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabari. Akan tetapi beliau lebih dikenal dengan nama Ibnu Jarir / ath-Thabari.
Tafsir Jamiul Bayan adalah tafsir tertua. Kitab tarikhnya Tarikhul Umam Wal Muluk adalah kitab tarikh yang menjadi sumber utama penulis tarikh belakangan. Di bidang fiqih beliau dikenal memiliki madzhab sendiri, walaupun madzhab beliau tidak berumur panjang seperti madzhab yang empat.
Kitab Tarikhul Umam wal Muluk adalah sebuah kitab sejarah yang ditulis dengan standar ahli hadits. Riwayat yang disebutkan dalam kitab ini disebutkan dengan sanadnya, mulai dari penulis hingga sumber cerita terakhir. Perlu diperhatikan ketika kita membaca kitab-kitab karya Imam Ibnu Jarir ath Thabari. Ada hal pernyataan dari Imam Ibnu Ath Thabari Sebagaimana pernyataan penulisnya, bahwa dalam menulis kitab ini. Beliau sekedar meriwayatkan cerita dengan sanadnya. Imam ath Thabari tidak menyatakan bahwa semua cerita yang beliau sebutkan dalam kitab ini adalah cerita yang menurut beliau benar. Beliau hanya menulis menurut riwayat yang sampai kepada beliau, dan mempersilakan para pembaca menilainya.
Dalam muqaddimah Ath Thobari ia berkata : “Hendaklah pembaca mengetahui bahwa yang saya tulis dalam kitab ini, adalah berdasar cerita yang sampai kepada saya, dan yang disampaikan perowinya kepada saya, bukan apa yang saya pahami berdasar nalar dan saya gali berdasar pikiran saya. Maka apa yang ada dalam kitab saya ini dari cerita masa lampau yang dianggap aneh oleh pembaca, dianggap buruk oleh pendengar, tidak memiliki jalur yang shohih atau tidak memiliki makna dalam kenyataan, maka itu bukan berasal dari saya, namun dari orang orang yang meriwayatkan kepada saya”
Maka cerita dalam Tarikh Thabari tak seluruhnya bisa diterima, apa lagi al Hafidh Ibn Hajar al Asqalani menegaskan bahwa merupakan kebiasaan ulama mutaqaddimin (terdahulu) bahwa menyebutkan sanad dianggap cukup sebagai pertanggungjawaban ilmiah untuk menjelaskan keshahihan atau kelemahan suatu riwayat.
Tugas kita untuk memilah dan memilih riwayat yang benar. Syaikh Utsman Khamis dalam Hiqbah minat Tarikh menyebutkan bahwa di antara perawi yang bermasalah dalam Tarikh Thabari adalah Abu Mikhnaf, yang dinilai banyak ulama jarh wat ta’dil sebagai kurang dapat dipercaya. Riwayat Abi Mikhnaf ini cukup banyak dalam Tarikh Thabari mencapai 587 riwayat. (*)