Nahdliyin di Sumenep Bahas Konsesi Tambang Ormas, Sentil Sikap PBNU

Forum Nahdliyin Hijau (FNH) Sumenep saat menggelar halaqah tentang tambang di aula mini Universitas Annuqayah, Guluk-guluk (lensamadura.com/istimewa)

SUMENEP, lensamadura.com – Forum Nahdliyin Hijau (FNH) Sumenep menggelar Halaqah terkait pertambangan di Aula Mini Universitas Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Kamis, 4 Juli 2024.

Halaqah ini diinisiasi oleh Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya bersama sejumlah komunitas dan organisasi, seperti Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Sumenep, B.A.T.A.N, Observe Madura, Gusdurian Sumenep, dan Berkah Bumi.

Kegiatan yang diikuti oleh sejumlah kiai, aktivis dan warga nahdiyin di Sumenep ini bertajuk “Menimbang Tambang Perspektif Fiqh dan Sosial Ekologi”.

Pembina Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya KH Mohammad Shalahuddin A Warits mengatakan, masalah tambang baik di lokal maupun nasional harus diperhatikan secara serius.

“Diskusi ini merupakan sikap kritis kita terhadap PBNU yang kompromi terhadap pengelolaan tambang,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Lubangsa itu dalam rilis yang diterima lensamadura.com, Kamis, 4 Juli 2024
(4/7/2024).

Baca Juga :  Peran Pondok Pesantren Boarding School dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Pria yang akrab disapa Ra Mamak ini menuturkan bahwa konsesi tambang yang didapatkan PBNU memang bisa jadi strategi konservasi.

“Namun yang dikhawatirkan, dengan konsesi ini kita malah dijual. Dan kita hanya menjadi agen kerusakan,” tambahnya.

Untuk itu, Ra Mamak mengajak para kiai yang hadir dalam halaqah tersebut agar tegas dan menyampaikan aspirasinya kepada PBNU.

“Kita tidak boleh lagi bermain-main dan ragu-ragu dalam memberikan masukan kepada PBNU. Karena kita yang hadir di sini semuanya kiai NU dan dalam ekosistem pesantren,” ujarnya.

Ra Mamak juga meminta, kiai NU harus terus bersuara dalam menyikapi konsesi tambang yang sudah dikantongi PBNU.

Baca Juga :  Gempar Sorot Kinerja Dinas Perikanan Sumenep

“Jika ini tidak kita lakukan, maka pelayanan NU menjadi tidak eksistensial lagi. Karena kita yang seharusnya berada di garda terdepan dalam mendidik masyarakat,” tegasnya.

Dia berharap, “Merawat Jagat, Membangun Peradaban” tidak hanya menjadi jargon PBNU di awang-awang.

“Kita harus punya isi dan materi dari apa yang kita gaungkan selama ini. Sehingga kita tidak menjadi bully-an,” pungkasnya.

Dalam kesempatan itu, hadir Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Moh Shohibuddin sebagai pemateri halaqah, dan Peneliti Sajogyo Institut Eko Cahyono.

Menurut Eko Cahyono selaku peneliti yang juga menjadi pemateri pada halaqah ini menjelaskan, belum ditemukan adanya penambangan yang berdampak baik terhadap kesejahteraan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan.

Baca Juga :  Achmad Fauzi Janji Bantu Bangun RSNU, PCNU Sumenep: Bahkan Sudah Minta Fotocopy Sertifikat Tanah

“Yang sering kita temukan adalah kehidupan yang semakin merana, terbuang dari habitat awal, kehilangan sejarah, budaya dan bahkan kehilangan spiritualitas hidup yang selama ini menjadi sumber nalar masyarakat,” kata Eko Cahyono.

Sementara, Bagi Moh Shohibuddin, multidimensi dampak (mafsadat) tambang telah jelas dan empirik (nyata), sedangkan maslahatnya, masih spekulatif.

“Oleh karena itu, komunitas keagamaan jangan sampai menjadikan narasi agama sebagai alasan pembenar bagi kerja-kerja dunia yang cenderung destruktif terhadap mekanisme lingkungan yang memiliki logika tersendiri untuk berubah,” katanya.

Menurut dia, bisa saja agama akan menjadi anugerah atau bencana. Dalam interaksi sosial, agama sangat ditentukan oleh perilaku para penganutnya, “Dipahami bagaimana, digunakan untuk apa, dan yang terpenting, untuk membela siapa,” jelasnya. (*/red)

Dapatkan Berita Terupdate dari Lensa Madura di: