Berita

BRIDA Sumenep Diminta Lakukan Kajian Nilai Tukar Petani, Ini Alasannya

SUMENEP, LensaMadura.com – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Sumenep didesak segera melakukan kajian Nilai Tukar Petani (NTP).

Instrumen ini dinilai penting untuk mengukur daya beli petani sekaligus memetakan ketimpangan antara harga jual hasil pertanian dan biaya produksi maupun konsumsi.

Tokoh pemuda Sumenep, Inyoman Sudirman, menyebut kajian NTP tidak dapat lagi ditunda. Tanpa riset yang memadai, kata dia, pemerintah daerah akan kesulitan memahami persoalan mendasar yang menjerat petani di lapangan.

“Riset NTP itu sangat penting. Dengan NTP, dapat diketahui harga yang diterima petani, biaya yang mereka keluarkan, serta fluktuasi harga hasil panen. Data ini juga menjadi dasar untuk menghitung kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan daerah,” ujar Inyoman Sudriman, Senin, 1 September 2025.

Ia menilai NTP merupakan instrumen strategis untuk menilai daya saing pertanian daerah.

Data tersebut dapat membantu pemerintah menentukan sektor yang stagnan, komoditas yang tertekan, serta langkah intervensi yang perlu ditempuh.

“Tanpa NTP, pemerintah tidak memiliki arah yang jelas. Dengan NTP, kebijakan dapat dirumuskan lebih terarah,” katanya.

Menurut Inyoman, salah satu masalah utama yang dihadapi petani di Sumenep adalah tingginya biaya produksi, mulai dari pengolahan lahan hingga panen. Kondisi itu membuat sebagian besar petani hanya mampu menutup modal.

“Padahal pertanian merupakan penopang utama perekonomian Sumenep, baik di daratan maupun kepulauan,” tutur dia.

Ia mengingatkan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumenep mencapai 58,23 persen.

Karena itu, ia mendorong Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui BRIDA melakukan kajian secara berkala agar data kesejahteraan petani selalu mutakhir.

Lebih lanjut, ia mengingatkan agar pemerintah daerah tidak sepenuhnya bergantung pada data Badan Pusat Statistik (BPS).

BRIDA, menurutnya, justru dapat menjadi pelengkap sekaligus pembanding penting bagi data resmi nasional.

“Kalau hanya mengandalkan BPS, pemerintah daerah cenderung pasif. BRIDA perlu mengambil peran. Perbandingan data justru memperkaya kebijakan,” pungkasnya. (*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button