SUMENEP, lensamadura.com – Aktivis aliansi pemuda reformasi melawan (ALARM) melakukan audiensi ke Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Sumenep perihal dugaan adanya pemalsuan ijazah yang sempat bergulir di tengah masyarakat.
Audiensi berlangsung di ruangan KBO Satreskrim Polres Sumenep, Iptu Agus Rusdianto didampingi penyidik, serta empat orang altivis ALARM, Senin 26 Agustus 2024.
Salah satu aktivis ALARM, Mohammad Nor mengatakan, audiensi dilakukan untuk memastikan tindaklanjut proses hukum terkait dugaan pemalsuan ijazah yang dilakukan Kades Kangayan bersama oknum anggota DPRD Sumenep yang dengan sengaja melakukan pemalsuan dokumen negara.
“[Kami minta] pihak yang terlibat agar juga terungkap, bukan hanya Arsan. Karena Arsan ini hanyalah penerima, sementara yang memfasilitasi juga harus diproses sesuai proses hukum yang berlaku, ” kata Mohammad Nor saat membuka audiensi.
Sementara itu, KBO Reskrim Polres Sumenep, Iptu Agus Rusdianto menyambut baik kedatangan aktivis ALARM guna menyampaikan aspirasi terkait kasus pemalsuan ijazah.
“Ini ada penyidik yang bertugas, bisa di sampaikan apa yang perlu di sampaikan dan dipertanyakan mas. Silahkan,” kata Iptu Agus Rusdianto mempersilakan.
Ditempat yang sama, penyidik Polres Sumenep yang bertugas mulai menyampaikan, bahwa tersangka pemalsuan ijazah tersebut sudah selesai diperiksa pada hari Rabu, 21 Agustus 2024 kemarin.
“Sudah kami panggil, satu hari sesudah aksi demonstrasi aktivis ALARM minggu lalu,” kata penyidik.
Penyidik menjelaskan, kasus pemalsuan ijazah yang diduga melibatkan anggota DPRD Sumenep itu perlu diluruskan kembali.
Artinya, kata dia, laporan pemalsuan ijazah palsu yang dilaporkan itu terkait ijazah yang diterbitkan PKBM Madilaut, bukan madrasah di bawah naungan oknum anggota dewan tersebut.
“Terkait yang dilegalisir, itu memang asli. Namun dokumen yang dilaporkan bukan ijazah yang dari MTS Nurul Islam melainkan ijazah yang dari PKBM Madilaut,” tegasnya.
“Saat legalisir ijazah MTS itu kan ijzah asli. Dan sampai saat ini kami belum bisa memastikan bahwa ijazah tersebut palsu, sebab belum ada putusan final dari PTUN,” tambahnya.
Penyidik melanjutkan, bahwa ijazah MTS itu diterbitkan kurang lebih pada tahun 2013. Sementara ijazah yang dari PKBM Madilaut dikeluarkan pada Tahun 2019.
Lebih lanjut, penyidik mengungkap alasan kenapa tersangka belum ditahan. Pasalnya, pengacara yang ditunjuk adalah dari Pemkab.
“Karena kan status tersangka masih menjabat kepala desa dan belum ada keputusan untuk diberhentikan dari jabatannya,” tandasnya.
Audiensi aktivis ALARM bersama Satreskrim Polres Sumenep berlangsung khidmat. Aktivis akan menunggu pelimpahan kasus pemalsuan ijazah tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
“Kami berjanji akan mengusut tuntas kasus pemalsuan ijazah palsu tersebut, hingga semua pihak yang terlibat diproses sesuai hukum yang berlaku,” janji Nor di akhir audiensi. (taw/red)