SUMENEP, lensamadura.com – Ratusan warga Sumenep, Madura yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, Rabu, 17 Mei 2023.
Aki tersebut dalam rangka menolak tambak garam ilegal di desa Gersik Putih, Gapura, Sumenep. Selain itu massa aksi menuntut agar sertifikat hak milik (SHM) dicabut.
“Kami meminta segera batalkan SHM yang sudah dikeluarkan BPN tahun 2009, karena itu sudah menyalahi aturan. Itu bukan tanah, tapi laut,” kata Ketua ARB Muhammad Muhsin melansir Kabar Madura.
Dikatakan, terbitnya SHM di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura itu dinilai janggal lantaran lokasinya merupakan bibir pantai atau reklamasi laut yang akan digarap untuk tambak garam.
Aturan yang diduga dilanggar oleh BPN Sumenep dalam menerbitan SHM yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2013 Tentang RTRW, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Rencana Tata Ruang dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang.
Massa aksi menduga, BPN Sumenep kongkolikong dengan pihak terkait saat menerbitan SHM itu. Sebab pihaknya berkali-kali bersuratan untuk meminta dokumen pra terbitnya legalitas tersebut.
“Mereka tidak mampu menunjukkan kepada kami. Jelas zalim BPN Sumenep itu jika tidak membuktikannya,” tegasnya.
Untuk itu, warga mendesak agar BPN membatalkan terbitnya SHM tersebut, meminta BPN menelaah ulang. Juga menuntut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep menentukan langkah atau sikap terhadap konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Agar rencana penggarapan tambak garam tidak diteruskan.
Perwakilan warga Amirul Mukminin menambahkan, BPN Sumenep terkesan tidak responsip terhadap polemik reklamasi laut untuk pembangunan tambak garam di daerahnya. Surat yang dilayangkan warga soal permintaan untuka audiensi dan salinan dokumen atas pantai yang di SHM tidak ditindak lanjuti.
”Dua kali kami bersuratan ke BPN, tidak ada respon sama sekali. Rencana investigasi juga tidak ada perkembangannya. Sebaliknya, pernyataan salah satu pejabat di BPN di media soal status tanah justru seakan menutupi fakta bahwa disana bukan laut,” kata Amirul.
Ia menegaskan, objek lokasi ber-SHM yang akan dibangun tambak garam bukanlah daratan yang terkena abrasi. Tapi, adalah kawasan pantai atau laut sejak puluhan tahun silam.
”Untuk itu, privatisasi laut dengan di SHM sangat tidak dibenarkan. BPN harus bertanggung jawab atas penerbitan sertipikat tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BPN Sumenep Kresna hanya berjanji akan memastikan terhadap status laut tersebut. Termasuk akan memastikan sejarah terbitnya dokumen SHM itu.
“Kami bakal mengkroscek status pantai tersebut,” ujarnya.
Selain melakukan demonstrasi di Kantor BPN Sumenep, massa melanjutkan aksinya di depan kantor Bupati setempat.
Namun tidak ditemui pihak Pemkab Sumenep. Oleh karena itu, massa aksi berjanji akan kembali turun jalan sampai menemui titik terang untuk menuntut keadilan. (km/red)