SUMENEP, lensamadura.com – Salah satu negara mayoritas Muslim di Asia, Tajikistan, mengesahkan undang-undang larangan penggunaan hijab untuk perempuan.
Hal itu menjadi sorotan publik dan sejumlah media di dunia.
Diketahui, larangan itu tertuang dalam undang-undang baru yang mengganti UU lama soal Aturan Tradisi dan Perayaan.
[UU baru melarang] mengimpor, menjual, mempromosikan, dan menggunakan pakaian yang dianggap asing bagi kebudayaan nasional,” demikian penggalan UU dikutip LM pada Rabu, 26 Juni 2024.
Presiden Tajikistan Emomali Rahmon mengungkap alasan larangan hijab tersebut.
Dia mengatakan, larangan hijab tersebut untuk melindungi “budaya Tajik” dan mengurangi pengaruh agama di kalangan masyarakat.
Faktanya, baju adat Tajikistan penuh warna dan diadopsi dari gaya berpakaian bangsa Persia.
Selama menjadi presiden, Rahmon tampak berambisi menerapkan sekularisme di Tajikistan dengan dalih mengurangi ekstremisme. Anggapan ini tercermin dari sejumlah kebijakan yang diambil.
Beberapa tindakan yang diambil seperti mencukur jenggot dengan paksa, membatasi usia orang yang masuk masjid, melarang penggunaan hijab, dan menutup masjid besar-besaran.
Di kepemerintahan Rahmon, ribuan masjid juga ditutup dalam kurun waktu setahun. Beberapa tempat ibadah itu menjadi fasilitas kesehatan dan ada pula yang berubah jadi kedai teh. (red)