Ilustrasi by Pixabay.com |
Lensamadura.com – Perkembangan media sosial terus meningkat, sarana yang merupakan media untuk saling berbagi dan menumpahkan segala rasa serta saling silaturrahim, kini menjadi salah satu faktor timbulnya perdebatan. Perdebatan atau saling bantah membantah memang seringkali terjadi saat antar pengguna mempunyai pandangan berbeda mengenai sesuatu. Masing-masing orang akan mempertahankan pendapatnya meski memiliki pengaruh negatif.
Dengan adanya media sosial kini telah membuat sebuah kejadian di daerah yang jauh cepat diketahui dan ramai diperbincangkan oleh orang-orang dari berbagai daerah, berbagai profesi, suku, agama, dan sebagainya. Salah satu yang menjadi faktor penyebab adanya perdebatan di media sosial adalah perbedaan agama, suku, budaya, serta perbedaan lainnya.
Allah SWT berfirman:
وَقَالُـوْٓا ءَاٰلِهَتُنَا خَيْرٌ اَمْ هُوَ ؕ مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُوْنَ
“Dan mereka berkata: manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan kami atau dia (‘Isa)?” Mereka tidak memberikan (perumpamaan itu) kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (QS. Az-Zukhruf: Ayat 58)
Maka dari itu, sebaiknya hindari perdebatan yang terjadi di media sosial. Karena dampak buruknya lebih besar dari dampak baiknya. Terkadang orang tak bisa menghindari karena debat yang mungkin diawali atau mewakili ketertarikan membuat kita tidak mau lepas dengan perbincangan di media sosial yang berujung perdebatan itu.
Memang menarik, melihat perdebatan di salah satu forum di sebuah media sosial ini. Obyek yang ramai diperbincangkan adalah untuk meningkatkan pengetahuan intelektual. Tapi nyatanya tidak seperti yang diharapkan, meskipun sekedar untuk meningkatkan pengetahuan. Ujungnya tetap ingin saling menang sendiri.
Allah memerintahkan kita untuk mengajak orang lain kepada kebenaran dengan cara yang baik. Allah SWT berfirman:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ؕ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: Ayat 125)
Kenapa berdebat harus dihindari, baik di media sosial maupun di dunia nyata. Tak lain adalah berdasar hadits Nabi:
Diriwayatkan dari Abu Ustman an-Nahdi, ia berkata, “Aku duduk di bawah mimbar Umar, saat itu beliau sedang menyampaikan khutbah kepada manusia. Ia berkata dalam khutbahnya, aku mendengar Rasulullah Shalallahu`Alaihi Wassallam. bersabda : ‘Sesungguhnya, perkara yang sangat aku takutkan atas ummat ini adalah orang munafik yang lihai bersilat lidah’.” (Shahih, HR Ahmad I/ 22 dan 44. Abu Ya’la 91, Abdu bin Humaid 11, al-Firyabi dalam kitab Shifatul Munaafiq 24, al-Baihaqi dalam Syu’abul Iimaan 1641).
Imam Syafi’i pernah berwasiat: “Aku mampu berhujah dengan 10 orang yang berilmu, tapi aku pasti kalah dengan seorang yang jahil, karena orang yang jahil tersebut tak pernah faham dengan landasan ilmu.”
Imam Syafi’i juga berkata, “Berbicaralah sekehendakmu dalam menghina kehormatanku, diamku dari orang hina adalah suatu jawaban. Bukanlah artinya aku tak mempunyai jawaban, akan tetapi tidaklah pantas bagi singa meladeni seekor anjing.”
Maka dari itulah, solusi terbaik untuk menghindari perdebatan adalah dengan diam tidak ikut campur. Ingatlah, diam bukan berarti suatu bentuk penyerahan kekalahan, dalam sikap diam tersebut ada sebuah kemenangan dalam menjaga kehormatan.
Dan perlu diketahui, bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia lebih banyak sebagai pendiam. Sedangkan seekor anjing dibuat permainan (bully-an) karena ia suka menggonggong. Coba lihatlah sisi buruknya, yang dahulu kalian kawan, karena perdebatan panjang akhirnya kalian memutuskan hubungan pertemanan.
(tron)