SUMENEP, Lensamadura – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya menggelar Fact-check Training for Journalists atau Pelatihan Cek Fakta untuk Jurnalis di Kabupaten Sumenep.
Kegiatan tersebut berlangsung Selama 3 hari dari Kamis-Sabtu, 11-13 Agustus 2022 yang diikuti sebanyak 15 jurnalis dan pers mahasiswa bertempat di Java In Coffee and Resto.
Didukung AJI Indonesia dan Google News Initiative, AJI Surabaya terus mendorong jurnalis lokal di Madura untuk berpartisipasi dalam menekan beredarnya disinformasi dan misinformasi.
“Ini bagian dari ikhtiar AJI dalam mendorong jurnalis lokal untuk terlibat dalam cek fakta. Harapannya, di Media masing-masing nantinya ada kanal khusus untuk cek fakta,” Ujar Andre Yuris, Sekretaris AJI Surabaya dan Trainer Google News Initiative.
Andre Yuris mengungkapkan, perlu kolaborasi lintas media untuk mencegah menyebarnya missinformasi dan disinformasi.
Jurnalis juga punya tanggungj awab menyampaikan kebenaran kepada publik.
“Dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, konten hoaks juga jadi lebih cepat beredar,” lanjut Andre.
Dengan penguatan kapasitas dalam verifikasi fakta dapat dapat membantu media lokal menghasilkan produk jurnalistik yang berkualitas. Dengan sendirinya berkontribusi memenuhi hak masyarakat mendapatkan informasi yang berkualitas.
“Kemampuan cek fakta juga merupakan peluang profesi baru bagi teman-teman jurnalis” ucapnya.
Media nasional seperti Tempo.co, Kompas.com, dan Liputan 6 memiliki kanal khusus cek fakta dan dikerjakan oleh jurnalis dan pemeriksa fakta.
Literasi Digital Kalangan Jurnalis dan Tokoh Agama Amat Penting
Sementara itu, Pemilu maupun Pilkada kerap menjadi area konflik yang dianggap sah dan legal, bahkan sampai ke taraf kekerasan fisik. “Kekerasan fisik ini tak jarang bermula dari fitnah dan hoaks di dunia maya,” Ujar salah satu trainer yang juga Divisi Data, Informasi, dan Komunikasi AJI Surabaya, Artika Farmita.
Persebaran berita palsu juga cenderung meningkat di tahun politik, terutama menjelang Pilkada maupun Pilpres. Berdasarkan data Kemenkominfo, hoaks di media sosial meningkat signifikan sejak Januari 2018.
Dihitung sejak Agustus 2018 hingga pascaPilpres November 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengidentifikasi sebanyak 3.901 berita palsu. Hoaks terbanyak ada di kategori politik sebanyak 973 hoaks, sedangkan kategori pemerintahan sebanyak 743 hoaks dan 401 hoaks kesehatan.
Untuk itulah, peningkatan kapasitas jurnalis sebagai salah satu pilar demokrasi amat penting untuk menghadapi tahun politik. Apalagi pekan ini Indonesia sedang memasuki masa pendaftaran calon partai peserta Pemilu 2024.
“Terutama di Madura yang punya kultur persaudaraan kuat, saat Pilkada bisa rawan perpecahan karena hoaks dan _hate speech_ menyebar antar aplikasi perpesanan. Ini sangat bisa dihindari, minimal diredam, kalau jurnalis tidak disiplin memverifikasi hoaks dan malah menyebarkan lewat pemberitaannya,” kata Artika.
Tokoh agama turut berperan penting dalam literasi media dan mencegah hoaks. Sebab menurut survei Kata Data dan Kominfo pada 2020 di 34 provinsi, sebanyak 50,6 persen orang percaya tokoh agama sebagai asal sumber informasi.
Dalam pelatihan cek fakta ini, jurnalis dibekali dengan pemahaman tentang landscape hoaks di media, anatomi hoaks, dan peran media. Termasuk keterampilan menggunakan tools verifikasi foto dan video, analisis sumber, audit media sosial, keamanan digital, dan etika pemeriksaan fakta.
Kolaborasi cek fakta di Indonesia sudah dimulai tahun 2016 oleh AJI Indonesia, Mafindo dan Google News Initiative melalui portal cekfakta.com.
AJI Surabaya telah menyelenggarakan pelatihan serupa untuk jurnalis di Kota Surabaya dan Kabupaten Sampang. (*)