oleh: Mohammad Nor, AMPS Bersatu
LENSAMADURA.COM – Pagelaran pesta politik di Pilkada Sumenep 2024 masuk pada awal babak, dimana pada hari yang sama ada dua paslon mendaftar sebagai calon bupati dan wakil bupati ke KPU Sumenep.
Yaitu, Achmad Fauzi Wongsojudo dan KH Imam Hasyim dengan akronim FAHAM, dan pasangan calon FINAL, KH Muhammad Ali Fikri dan KH Muh Unais Ali Hisyam.
Kedua pasangan calon mendaftar di hari yang sama namun pada jam yang berbeda. Pasangan FAHAM pada pagi sekitat jam 10.00 WIB, sedangkan pasangan FINAL sekitar jam 14.00 WIB.
Paslon FAHAM didukung mayoritas partai di parlemen, sementara pasangan FINAL hanya 1 partai yang masuk parlemen yakni partai PPP, selebihnya adalah partai non parlemen.
Kali ini saya sebagai orang yang awam dalam politik, ingin menarasikan bagaimana sudut pandang tentang dinamika sebelum pendaftaran.
Sebelumnya, Sumenep dihebohkan akan mencetak sejarah dengan munculnya pilkada hanya calon tunggal atau melawan kotak kosong, dimana semua partai yang memiliki kursi parlemen kecuali PPP membangun koalisi besar dengan pasangan FAHAM.
Saya mungkin tidak begitu dewasa dalam politik, namun dalam hal ini pandangan sebagai kaula muda, memantik logika berpikir: apakah iya hanya Mas Kiai dan Kiai Unais yang berani berlaga pada pilkada melawan petahana?
Karena, sejauh ini banyak tokoh kiai dan tokoh partai hanya berani mencalonkan atau mendaftar pada banyak partai sebagai calon wakil, bahkan di partai petahana ada sekitar 9 kandidat formulir wakil bupati. Apakah iya Sumenep krisis kepemimpinan, atau para partai sudah kehabisan tokoh untuk berkompetisi pada Pilkada 2024 ini?
Bagi pandangan awam, saya kira itu bukanlah hal yang mustahil jika Pilkada 2024 di Sumenep ini tidak hanya berjalan dua poros. Namun fakta hari ini, hanya Mas Kiai dan Kiai Unais lah yang masih punya nyali untuk bertarung gagasan pada Pilkada Sumenep 2024.
Secara moral, Mas Kiai Sudah menang menumbangkan calon tunggal dan saatnya mengatakan “Good bye kotak kosong”.
Berkaca pada histori sebelumnya, pasangan FINAL mengalami dinamika yang sangat alot, bahkan sampai ‘ditinggal’ sendirian sebagai partai yang masuk parlemen. Namun dengan menunjukkan loyalitas sebagai kader partai serta menampilkan kualitas kepemimpinan, Mas Kiai dipercaya oleh partai dan mendapatkan tiket untuk berlayar di Pilkada 2024.
Dengan demikian, Mas Kiai sudah menyelamatkan Sumenep dari kotak kosong, itu adalah kemenangan pertama.
Kami sebagai masyarakat akar rumput hanya bertanya-tanya kemana para tokoh yang sejak dulu malang melintang di pagelaran politik Sumenep?.
Padahal setelah putusan MK terkait Pilkada ini sangat memungkinkan untuk menghadirkan kesempatan para partai parlemen mengibarkan benderanya untuk mengusung para kader terbaiknya bertengger di Pilkada Sumenep. Namun hal itu hanya ada dalam khayalan.
Mari kita lihat sejenak dinamika Pilkada Jawa timur. Setelah gemuknya partai yang mendukung petahana kemudian muncul lagi dua calon dari partai besar seperti PDIP dan PKB yang masing-masing mengusung kadernya sendiri, dan lahirlah tiga poros pada pagelaran Pilkada 2024 di Jawa Timur.
Partai besar itu percaya diri dengan kadernya untuk bertarung di Jatim, namun di Sumenep sama kayak sebuah judul film yakni “Agak Laen”.
Kami tak tau, apa yang melatarbelakanginya. Yang pasti kami hanya bertanya, kemana para tokoh partai dan tokoh kharismatik lainnya? Apakah hanya pasangan FINAL saja yang punya loyalis dan dukungan akar rumput yang kuat melawan petahana, atau memang karena lain hal?
Semua jawaban ada pada jati diri para politisi dan tokoh kharismatik Sumenep. Yang pasti hari ini pasangan FINAL telah benar-benar mencapai FINIS lebih dulu. Alasannya, kehadiran dua tokoh yakni Kiai Fikri dan Kiai Unais di pagelaran Pilkada 2024 sudah menyelamatkan Sumenep dari kotak kosong. Tabik! (*)