LENSA MADURA, Lensa Madura – Pernikahan dini atau pernikahan anak di bawah umur masih menjadi kebiasaan yang sulit dihapuskan dari kultur masyarakat Madura, khususnya di pulau Sapudi Kabupaten Sumenep.
Secara umum Kabupaten Sumenep mencatat angka pernikahan dini sangat tinggi, bahkan selama empat bulan pertama 2021, sudah ada sebanyak 533 pengajuan nikah. Pada 2020 lalu, pernikahan di bawah umur mencapai 2.029.
Menanggapi hal itu, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gayam, Marwan menjelaskan bahwa pernikahan dini merupakan penikahan yang belum cukup umur menurut undang-undang.
“Sudah jelas dalam undang undang pernikahan, usia minimal untuk diakui negara yaitu ketika mencapai usia 19 tahun,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, negara membuat aturan seperti itu karena sangat memikirkan regenerasi dari rakyatnya.
“Karena pernikahan dini memang sangat banyak mudaratnya,” tambahnya.
Selain itu, menurut Marwan, dalam usia di bawah 19 tahum secara psikologi masih labil. Dan alat reproduksi juga belum siap.
“Sabar dulu lah untuk menikah kalau belum cukup. Ikuti aturan negara biar tidak ribet,” tambah Pria kelahiran rubaru sumenep itu.
Di tempat lain, Hj. Ira Bidan Puskesmas Gayam saat di temui di kediamannya membenarkan, bahwa di usia di bawah 19 tahun alat reproduksi perempuan belum sempurna. Dan saat hamil juga banyak dampaknya.
“Sangat berbahaya sebenarnya karena belum siap secaraa reproduksi. Ketika hamilpun rentan akan kekurangan darah dan persalinan akan lama,” jelasnya.
Ia melanjutkan, tidak hanya pada si ibu, pada kandungnya pun rentan akan perlambatan pada perkembangan si bayi. Bahkan juga akan menyebabkan kematian.
“Biasanya perkembangan si bayi akan lambat. Bahkan bisa menyebabkan kematian karena tubuh si ibu masih belum siap,” tambahnya.
Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa secara medis ada usia ideal untuk menikah. Usia Laki laki 25 tahun, dan permpuan usia 21 tahun.
“Karena di saat usia itu si laki laki dan perempuan sudah matang,” tutupnya. (udi)