Pulau Sapudi dan Jejak Panjang Gempa dari Zaman Kolonial
SUMENEP, LensaMadura.com – Sesar aktif yang membentang dari Rembang hingga Pulau Kangean terus menyimpan potensi bahaya. Pulau Sapudi, salah satu wilayah di Kabupaten Sumenep, menjadi saksi betapa getaran bumi menjadi bagian dari sejarah panjang pergerakan kerak bumi di wilayah itu.
Aktivitas kegempaan di wilayah Sumenep ini tercatat sejak masa kolonial Belanda pada abad ke-19. Arsip surat kabar Hindia Belanda, seperti Java-bode dan De Locomotief, memuat laporan gempa yang mengguncang Pamekasan dan Sumenep pada 1863, 1881, 1883, hingga 1891. Guncangan serupa terus berulang hingga 1936.
Kepala Stasiun Meteorologi Trunojoyo BMKG, Ari Widjajanto, mengatakan gempa yang kerap mengguncang Pulau Sapudi disebabkan oleh keberadaan sesar aktif di bawah laut sekitar pulau. Kondisi lapisan batuan yang mudah melepaskan energi turut memperbesar potensi gempa.
“Masyarakat perlu sadar bahwa ancaman gempa di kawasan ini selalu ada. Mitigasi harus dimulai dari diri sendiri, dari rumah masing-masing,” kata Ari kepada wartawan, Rabu, 15 Oktober 2025.
Setiap kali gempa terjadi, BMKG langsung mengidentifikasi kekuatan dan pusat gempa, lalu menganalisis kemungkinan terjadinya tsunami. Validasi ulang dilakukan untuk memastikan hasil analisis awal.
“Potensi tsunami menjadi prioritas utama. Gempa kemarin misalnya, meskipun bersumber dari sesar aktif di laut, hasilnya tidak berpotensi tsunami,” ujar Ari.
Ia menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif masyarakat. Bila air laut tiba-tiba surut secara tidak wajar, warga harus segera memberi tahu yang lain untuk menyelamatkan diri.
Penelitian Ratri Andinisari dan tim dari Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang yang diterbitkan dalam Jurnal Infomanpro (Vol. 13, No. 1, 2024) mengungkap bahwa wilayah Sumenep berada tepat di atas zona sesar Rembang–Madura–Kangean–Sakala (RMKS Fault Zone).
Zona ini merupakan batas antara area geologi utara dan selatan Pulau Madura, dan termasuk kawasan tektonik yang kompleks.
Meski secara umum memiliki tingkat seismisitas rendah, Sumenep tetap menyimpan potensi gempa signifikan. Catatan BMKG menunjukkan beberapa peristiwa penting:
26 April 2018: Gempa magnitudo 5,3 mengguncang Sumenep.
2 April 2019: Guncangan bermagnitudo 4,9 kembali terjadi.
11 Oktober 2018: Gempa 6,4 di Pulau Sapudi menewaskan tiga orang dan merusak 210 rumah.
2 Maret 2019: Gempa 5,0 kembali mengguncang wilayah ini.
30 September 2025 gempa bermagnitudo 6
8 Oktober 2025: Gempa 4,1 dirasakan di Pulau Sapudi.
13 Oktober 2025: Gempa 5,0 kembali mengguncang Sumenep pada pukul 14.10 WIB.
Analisis Peak Ground Acceleration (PGA) menunjukkan nilai 0,1999–0,2083 g, dengan potensi tertinggi di perbatasan Sumenep–Pamekasan, serta Pulau Sapudi dan Raas. Nilai ini menempatkan Sumenep pada kategori bahaya gempa sedang.
Bagi warga Madura, gempa mungkin terasa sebagai kejadian rutin. Namun bagi para ahli geologi, pergerakan sesar RMKS menjadi sinyal penting akan adanya potensi gempa besar di masa depan.
Ari mengingatkan, kesiapsiagaan masyarakat menjadi faktor penentu dalam menekan risiko korban. “Bukan soal kapan gempanya terjadi, tapi seberapa siap kita menghadapinya,” ujarnya.
Pulau Sapudi memang belum lepas dari guncangan bumi. Tapi kesadaran warga, mitigasi yang terencana, dan pengetahuan yang terus diperbarui bisa menjadi benteng pertama menghadapi ancaman dari laut yang menyimpan misterinya sendiri. (*)



