SUMENEP, lensamadura.com – Aktivis perempuan yang mengatasnamakan Aliansi KOPRI PMII Sumenep mendatangi Polres setempat, Kamis, 12 September 2024.
Kedatangan mereka dalam rangka melakukan audiensi terkait maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan Sumenep.
Koordinator Aliansi KOPRI PMII Sumenep, Khuzaimah Aliyah menyampaikan, audiensi dilakukan dalam rangka mendesak APH agar tegas dan sigap dalam menangani sejumlah kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan.
Menurut Khuzaimah, pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan bangsa. Setiap warga negara berhak mendapatkan layanan pendidikan yang layak.
“Namun, adanya sejumlah kasus pelecehan seksual yang terjadi belakangan ini telah mencoreng dunia pendidikan di Sumenep,” kata Khuzaimah dalam rilis, Kamis, 12 September 2024.
Dia mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah laporan menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah insiden pelecehan seksual yang melibatkan siswa, maupun guru di berbagai institusi pendidikan di Sumenep.
“Penyebab utama peningkatan pelecehan seksual ini masih beragam, termasuk kurangnya edukasi seksual yang memadai, ketidakpedulian pihak institusi terhadap laporan korban, serta minimnya sanksi bagi pelaku kekerasan,” jelasnya.
Khuzaimah menyebutkan, sejumlah kasus pelecehan baik secara verbal, fisik, dan kekerasan seksual harus disikapi secara tegas sesuai hukum yang berlaku.
“Langkah konkrit dan penanganan tegas dari pihak berwenang sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif,” pintanya.
Dia menyebutkan sejumlah kasus asusila di Sumenep yang telah dilaporkan meliputi:
1. Kasus pencabulan yang dilakukan oleh salah satu guru di SD Kebonangung, sampai saat ini masih menunggu keputusan.
2. Kasus perselingkuhan oknum guru di Rubaru, saat ini masih dilakukan Koordinasi ke P3A.
3. Kasus perselingkuhan oknum kepala sekolah di Desa pinggir papas yang sudah dinonaktifkan.
4. Ibu kandung berstatus guru menjual anaknya kepada selingkuhan yang berstatus kepala sekolah di Kalianget.
5. Kasus guru SD Pajagalan 1 dengan motif perselingkuhan masih belum diatasi karena belum ada laporan dan bukti.
Berdasar laporan beberapa kasus di atas, aliansi KOPRI PMII Sumenep menegaskan, penanganan kasus pelecehan seksual harus dilakukan secara cepat dan tidak bertele-tele.
“Kami mendesak pihak berwenang, termasuk Kapolres Kabupaten Sumenep, untuk segera menangani kasus ini dengan sigap,” tegasnya.
Mereka juga menuntut kepatuhan terhadap Perda KLA Nomor 4 Tahun 2022 dan Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang lembaga layanan di Sumenep, memastikan bahwa hak-hak anak dan korban terjamin.
“Kami meminta agar proses penyidikan dilakukan secara transparan dan memastikan bahwa korban mendapatkan kuasa hukum yang layak,” pintanya.
Sementara, Wakapolres Sumenep Kompol Trie Sis Biantoro mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk mengani dan menyelesaikan seluruh kasus kekerasan seksual sesuai prosedur hukum.
“Surat penetapan tersangka sudah diserahkan ke keluarga tersangka. Kemudian salinan surat penetapan tersangka harus menunggu ketuk palu dari kejaksaan,” kata Biantoro.
Biantoro menegaskan, Polres Sumenep berkomitmen memberikan informasi secara transparan terkait perkembangan penyidikan kasus tersebut.
Pihaknya juga sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat untuk memberikan pemahaman terkait kasus kekerasan seksual.
Sementara, Dinas Pendidikan Sumenep masih harus menunggu ketuk palu dari kejaksaan untuk mendapatkan surat salinan penetapan tersangka.
“Atau disdik bisa meminta surat penetapan tersangka kepada Polres atas izin dari keluarga tersangka,” tandasnya. (kz/mr)