oleh NK Gapura
Gerakan untuk menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai masa lalu sedang gencar dilakukan. Di berbagai daerah, terutama yang dikuasai “merah”, seakan dipaksa untuk “menyerah”.
Sebagai (calon) oposisi, PDI Perjuangan sedang diuji. Mereka ditekan sana-sini agar hilang dari pemerintahan di periode ini. Partai Banteng ini jangan sampai jadi duri. Mereka harus diusik sejak hari ini. Mendengar semua pernyataan itu, dari kawan sendiri, saya hanya menganggukkan kepala, seakan mengerti.
Kawan saya, yang panjang lebar bercerita, sedang merampungkan kuliah politiknya di luar kota. Dan setiap kali saya membuat catatan sederhana, dia termasuk kawan yang selalu meluangkan waktu untuk berkomentar. Meskipun kadang hanya tiga kata saja: semua akan berakhir, tulisnya.
Sebagai orang awam, yang hidup dari baik dan buruknya kota Sumekar ini, saya juga bercerita bahwa, politik di Sumenep sudah rampung sejak Mei lalu. Berkali-kali, dalam catatan sederhana, saya menyampaikan sekian banyak opini.
Pertama, Pilkada Sumenep sudah tidak perlu digelar lagi. Partai-partai besar, yang seharusnya memilih tegar dan tegak berdiri, kini terkesan lebih siap untuk dikebiri. PKB, PPP dan PAN lebih siap “manut ae” akhir-akhir ini.
Kedua, banyak yang mengakui bahwa biaya politik di Kabupaten Sumenep sudah sangat tinggi. Untuk jadi bupati, tim pemenangan harus menyiapkan biaya sekitar 50-70 miliar sebagai “upeti”. Itulah alasan saya pernah menulis opini berjudul “Bupati Belum Mendesak Diganti”. Sebab berpolitik hari ini sudah sangat transaksional sekali.
Cerita remeh yang saya utarakan, menurut kawan saya, adalah peristiwa yang tidak terbantahkan. Dinamika politik yang bergerak belakangan ini, mengarah pada satu kekuatan: PDI Perjuangan.
Walakin, jika kekuatan “koalisi gemoy” bergerak di tanah Sumekar, PDI Perjuangan berpotensi “bubar”. Paling tidak, politik akan dinamis dan tidak akan hambar.
Di berbagai daerah, koalisi “koalisi gemoy” banyak berperan. Dinamika politik di Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur, seakan menjadi pembuktian. Sedangkan di Sumenep? Meski sudah mepet, bukan berarti tidak bisa dilakukan.
Berbagai pernyataan yang disampaikan kawan saya, seakan menjadi upaya untuk menakut-nakuti PDI Perjuangan yang sudah sangat berkuasa. Baik di Legislatif dan juga Eksekutifnya.
Hingga sejauh ini, PDI Perjuangan sangat kuat sekali. Terbukti, belum ada satupun calon bupati baru yang siap menandingi. Tetapi apakah “koalisi gemoy” akan membiarkan ini? Dengan nada satir, sambil nyengir, saya menimpali: hanya itu satu-satunya cara untuk menakut-nakuti PDI Perjuangan hari ini. Kawan saya diam sejenak, untuk pertama kali.
Ganding, 7 Juli 2024