BATAM – Kunjungan kerja Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti ke Kota Batam di hari kedua, diisi dengan pertemuan dengan stakeholder Badan Pengusahaan (BP) Batam. Dalam pertemuan itu, LaNyalla berserta rombongan diterima Wakil Kepala BP Batam Purwiyanto, di Gedung BP Batam di Jalan Jenderal Sudirman, Batam Center, Kota Batam, Rabu (5/2/2020).
Salah satu persoalan laten di Batam menjadi sorotan LaNyalla adalah soal tanah-tanah mangkrak yang tidak dibangun, namun masih dalam penguasaan investor. “Ini bagaimana penanganannya, sebab saya dengar sudah ada yang puluhan tahun mangkrak, dan belum ada solusi yang jelas. Dan ini jumlahnya banyak sekali,” tanya LaNyalla yang pagi itu didampingi Senator asal Kepri, Richard Pasaribu dan Haripinto Tanuwidjaya serta Senator asal Sumatera Barat Alirman Sori.
Mendapat pertanyaan tersebut, Purwiyanto mengakui bahwa hal tersebut adalah pertanyaan yang sulit dijawab, mengingat pihaknya sudah berulang kali melakukan pendekatan persuasif kepada pemegang hak tanah, namun masih saja ada kendala. “Untuk tahun 2020, kami targetkan dapat menarik kembali lahan tidur tersebut sebesar 10 persen dari total lahan yang mangkrak,” akunya.
Senator Richard Pasaribu juga mengingatkan agar permasalahan lahan tidur ini harus disikapi dengan serius. Jangan sampai ada kesan, lahan-lahan ini sengaja dibuat tidur oleh investor, agar Batam terlihat sepi dan tidak menggeliat. “Saya pikir perjanjian hak pakai lahan tersebut pasti detil ya, kalau memang mereka tidak membangun, cabut paksa saja,” tandas Richard.
Dalam dialog yang berlangsung hampir dua jam tersebut, Purwiyanto meminta dukungan kepada DPD RI agar kewenangan-kewenangan yang dulu diberikan di era Otorita Batam, dikembalikan kepada BP Batam. “Sehingga kami lebih leluasa bergerak. Sebab, beberapa kewenangan yang dulu ada, sekarang ditarik ke pusat. Kami mohon dukungan dari DPD agar kami bisa lebih cepat bergerak,” pungkasnya.
Para senator DPD RI juga menyoroti rencana pembangunan Pelabuhan Batu Ampar, khususnya target bongkar muat yang dipatok di tahun 2023 di angka 3 juta teus. “Ini menimbulkan pertanyaan, kenapa target kita dalam tiga tahun ke depan hanya di angka 3 juta teus, padahal Pelabuhan Iskandar Sjah di Johor, hari ini sudah 8 sampai 9 juta teus. Apa nggak terlalu kecil targetnya,” tanya Senator Richard lagi.
Di tempat yang sama, Senator Haripinto menyoroti kinerja BP Batam dalam hal kecepatan pengurusan perijinan yang dijanjikan selesai dalam 1 hari kerja. Sebab, untuk pembayaran Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) saja, masih dibutuhkan waktu lebih dari 1 hari. “Ini menjadi sorotan publik, jadi tolong diperhatikan juga pak,” sergah Haripinto.
Sementara Senator Alirman Sori mengingatkan tentang Tap MPR Nomor 16 tahun 1998 tentang politik pembangunan dan anggaran untuk pemberdayaan ekonomi nasional dan lokal, terkait dengan dibukanya kran KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha) dalam pengembangan pelabuhan, bandara dan lainnya.
“Dari sini semangat kita untuk memprioritaskan pengusaha nasional dan lokal harus menjadi spirit kita bersama. Jangan sampai pengusaha swasta nasional dan lokal hanya menjadi penonton. Apalagi terhadap proyek-proyek skala besar yang akan direvitalisasi di Batam,” tegas Alirman, yang juga ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI itu. (*)